Hangat di perbincangkan mengenai fatwa salah satu organisasi islam terbesar di Dunia mengenai pelaranggan penyebutan kafir bagi non-muslim.Sontak hal ini menjadi ramai diperbincangkan dikalangan umat islam. Tak sedikit yang mengatakan bahwa fatwa tersebut sesat dan bertentangan dengan Al-Quran. Tapi apakah benar demikian?.Lantas mengapa NU melarang penggunaan kata kafir untuk menyebut non-muslim?.
Mungkin dilihat dari segi peristiwa di masa lalu selama kurang lebih 2-3 tahun ke belakang ketika ramainnya konflik mengenai pemilihan gubernur di Ibu Kota. Dari kejadian itu, kata kafir tidak lagi menjadi kata sebutan bagi mereka yang tertutup hatinya saja. Akan tetapi sudah meluas untuk menyebut mereka yang tidak sepaham. Kata kafir telah menjelma menjadi kata yang bersifat makian terhadap orang diluar kelompoknya.
Berangkat dari sini, mungkin maksud dari fatwa NU tersebut adalah untuk mengurangi ataupun memperbaiki penggunaan kata kafir agar tidak lagi digunakan sebagai kata makian tapi hanya sebagai kata sebutan.Maksudnya adalah bahwa dalam islam memang menyebut orang yang tertutup hatinya  sebagai kafir dan orang yang tertutup hatinya bisa siapa saja. Oleh karena itu, pelarangan itu mungkin lebih bersifat untuk mengembalikan lagi fungsi dari kata kafir tersebut.
Meskipun ada tafsir lain yang mengatakan bahwa kafir itu ditujukan kepada non-muslim. Tapi seharusnya kata kafir itu tidak dipergunakan dalam kehidupan bermasyarakat untuk menyebut mereka yang non-muslim. Kata kafir seharunya hanya menjadi kata internal bagi kelompok islam untuk menyebut orang diluar kelompoknya. Karena jika kalimat yang bersifat internal ini di pergunakan dalam kehidupan bermasyarakat, maka akan sangat tidak enak. Misalnya yang islam menyebut yang non-islam sebagai "kafir"dan yang nasrani menyebut yang non-nasrani sebagi "domba tersesat".
Biarlah kata2 tersebut tetap berada pada tempatnya dan jangan dipaksakan penggunaannya.

Komentar

Postingan Populer